Wholeheartedly
“......ada hal yang berbeda ketika peluit ditiupkan pada akhir pertandingan sore hari ini. Selain menandakan bahwa pertandingan berakhir, peluit tersebut juga sebagai isyarat bagi kami untuk mengakhiri perjalanan.”
Campur aduk. 2 kata yang bisa
menggambarkan perasan saya hari itu. Bagaimana tidak? Pertandingan terakhir
pada babak penyisihan Unsoed Futsal League 2016 tadi sekaligus menjadi
kesempatan terakhir saya untuk membela dan menggunakan kostum timnas futsal putri
fakultas oren, FISIP. Walaupun memang saya pertegas disini, skripsi saya belum
selesai bahkan saya pun sedang kesulitan untuk memulai kembali bab 4 ini.
Namun, jalan saya untuk memilih ‘gantung sepatu’ ini merupakan langkah awal
untuk konsisten pada skripsi dan memberikan kesempatan untuk regenerasi tim.
Berat memang. Sangat berat. Tapi waktu memaksa saya untuk menyudahi semuanya.
Menyudahi kiprah saya untuk berselancar dan tenggelam dalam turnamen demi
turnamen bersama FISIP. Evaluasi tim setelah pertandingan tadi pun merupakan
evaluasi terakhir saya sebagai pemain. Ketika evaluasi, my mind is
automatically throwback to the first time I played for FISIP....
Semuanya terasa berat dan membuat
harus menahan air mata ketika saya ingat momen pertama kali bersama tim FISIP.
Futsal putri merupakan sesuatu yang baru di Unsoed, setidaknya paling baru
diantara Basket dan Voli. Stigma mengenai futsal sebagai olahraga maskulin sangat
melekat sehingga agak sulit untuk mendobrak dan membuat futsal putri populer di
kalangan unsoed, khususnya tiap-tiap fakultas. Sebagai mahasiswa yang haus akan
wadah dan kembali terjebak pada masa lalu (maksudnya, futsalan lagi-_-), maka
ketika itu saya mencoba masuk dan menjadi bagian dari UKM yang bisa
memfaslitasi hal tersebut, UKM Futsal Unsoed. Walaupun berat, tapi setidaknya
saya mencoba menyampaikan aspirasi dan kegelisahan saya akan wadah ini.
sebenarnya, ketika saya masuk kuliah dan memutuskan untuk berhijab, saya ingin
meninggalkan apa yang pernah menjadi bagian hidup saya ketika SMA, yaitu
futsal. Tapi entah kenapa hal itu sangat sulit untuk ditampik. Ditambah ketika
melihat euforia luar biasa Unsoed Futsal League 2013 yang ketika itu hanya ada
Futsal Putra. Saya semakin ingin memperjuangkan hak perempuan dalam bermain
futsal khususnya di Unsoed. Hal yang membuat keinginan itu memuncak adalah
ketika melihat futsal pada universitas lain yang sudah memfasilitasi perempuan
untuk saling adu skill untuk menjebol gawang lawan. Baiklah, untuk cerita
bagaimana perjuangan di tataran UKM level universitas dimulai, mungkin akan ditulis setelah tulisan
ini.
Singkat cerita, ketika isu futsal
putri sudah mulai masuk bursa pembahasan dan menjadi fokusan UFL tahun depan,
saya bertemu dengan orang yang memiliki passion yang sama di tataran fakultas,
Fiona. Melalui Tyan, saya dikenalkan dengan Fiona. Ketika itu Fiona mengajak
saya membuat sebuah klub untuk menuangkan bakat yang hampir tumpah ruah karena
belum ada wadahnya. Namun, saya menawaran untuk membuat tim futsal putri FISIP,
setidaknya sekaligus persiapan ketika nanti ‘tuntutan’ turnamen futsal putri
se-unsoed disepakati oleh UKM Universitas. Kami berdua memulai propaganda yang
dibantu oleh UKM fakultas. Langkah konkret yang diambil oleh UKM adalah membuat
turnamen futsal antar jurusan/angkatan. Setelah proses panjang dilalui,
terbentuklah tim futsal putri FISIP dan menjadi salah satu tim yang cukup kuat
di kalangan mahasiswa pada waktu itu. Dan ketika Unsoed Futsal League 2014
mewadahi tim futsal putri untuk berkompetisi, hasilnya.......
alhamdulillah, gelar pertama untuk FISIP
setelah Unsoed Futsal League 2014, kami (FISIP) tenggelam pada euforia juara sehingga harus menelan pil pahit pada 2 turnamen selanjutnya, Olimpiade Soedirman dan Dekan Cup Futsal. Setelah kekalahan yang menerpa tim FISIP, internal tim sendiri mengalami penurunan semangat dan degradasi kualitas tim.
namun perjalanan tidak berhenti sampai disitu..............
Komentar
Posting Komentar