REVIEW: Subaltern-Hibridity. (based on: materi perkuliahan Teori Pascakolonial dan Politik Kebudayaan Kontemporer)


Materi kali ini adalah subalternity, hibridity. Whoaah, apaan tuh? I never heard that words before. Wkwk lebay-_- iya emang pada dasarnya belum, yaudah kita kulitin dulu aja artinya apaan yak.

Subalternity tuh...... intinya, kelompok ato kaum yang gabisa bicara karna gak punya power. Power disini bisa berarti kekuatan, kekuasaan, ato kewenangan berbicara. Baru masuk materi, baru paham dikit ttg arti dari materi yang akan kita bedah hari ini, eh miss ana udah ngasih video yaaaaang susah banget dicari meaningnya. Jadi ada video kek telor2 gitu dah, judulnya “we all rain each other”. Awalnya gue pusing pas nonton video itu, karna emg gajelas tuh maksudnya apa. Sekali ga paham, diputer lagi, ampe empat kali. Makin lama miss ana kaya ngasih kode gitu. “kamu hubungin video ini sama materi kita, ayo”. Ayo, modar-_- masalahnya aja gue masih belom ngarti maksud dari judul materi ini, eh udah dijejelin video dan diputer berulang-ulang. Bukannya ngerti malah makin mumet kaya dicuci otak-_- hahahaha. Oke, setelah video selesai diputar, miss ana langsung lempar mic dan nanya “jadi, apa maksud video tadi?” krik, krik. Kita semua bungkam. Hahahaha
Ada beberapa jawaban temen gue yang menurut miss ana masih kurang tepat. Gue sendiri pun, sebagai orang yang tidak ahli dalam menganalisis video, apalagi menganalisis hati seseorang makin bingung. Awalnya gue mikir “nih telor kenapa netes-netes. Yang netes apaan ya?” gue coba berpikir secara akademik dan logis. Menurut gue, duh agak susah ya jelasinnya. Jadi kan ada 1 telor (oke, kita sebut makhluk yang di video itu telor) nih yang punya semacem kebudayaan dari dia lahir. Nah dia ketemu 1 budaya lagi dan dia keliatan gak suka gitu. Eh dia coba mau nyingkirin tuh budaya kan, tapi ternyata, setelah si telor ini bergesekan dengan telor lainnya (lah kok jadi ambigu yak-_- hahahaha) terjadi semacam apa ya, jadi ada budaya yang nempel ke budaya lainnya karna seelumnya udah terjadi gesekan. Kaya semacam akulturasi. Akulturasi tuh adanya kebudayaan baru yang hadir namun tanpa menghilangkan kebudayaan yang lama. Trus kan udah tuh ya, nah abis terjadi gesekan, tuh budaya lama-lama terkikis. Menurut nalar gua sih ya, tuh telor kenapa netes2 soalnya ibarat kata itu kebudayaan, bakal kekikis kalo yang ngejalanin budaya itu Cuma segelintir orang. Kaya misalnya nih contoh di kampung gue, padang. Kalo di desa guenya nih ya, adat padang tuh masih dipake tapi udah gak kental banget. Ada beberapa tradisi yang udah agak modern gitu, soalnya yg ngejalanin budaya itu misalnya udah meninggal, jadi tradisi yang biasanya dipake tuh nilai kesakralannya berkurang. Kenapa gitu? soalnya udah dikit yang masih tetep ngegunain budaya itu (misalnya makan sirih atau adat2 yang dilakuin pas malam bainai). Nah adegan selanjutnya di telor itu tuh, dia tbtb nemu banyak telor yang ternyataaaa netes2 juga kaya dia, dan dia ketetesan. Kalo menurut gue, nasib kebudayaan yg dianalogikan sebagai telor pada budaya itu ikut terkikis karna kasusnya sama. Nah, kenapa ketetesan? Ketetesan itu yang bikin budaya yang kita pegang sebelumnya jadi ngikis. Bisa diliat di videonya, telornya agak berubah warna gitu kaaaan. Akhirnya, si telor ini mutusin buat gabung sama telor lainnya dengan cara nabrakin diri dan merger gitu ama telor lainnya. Maksudnya sih kalo menurut gue, ya dari pengamatan soktau gue, daripada kebudayaan dia lama-lama hilang, mending dia merger aja ama budaya lain. Timbul budaya baru, semacem asimilasi namanya. Peleburan dua kebudayaan yang menghasilkan satu budaya baru. seenggaknya mungkin dia bisa lebih kuat walaupun tetep kekikis.

Segitu aja ya analisis videonya. Mabok nih :( hahaha
Oke next, masuk ke materiiii. Subaltern itu mempelajari tentang perspektif kaum non elit yang ada di sejarahnya south asian. Trus, subaltern juga berkaitan dengan upaya menuliskan kembali, bahkan biasanya ngeliat rekam jejak kalangan elit. Siapa sih yang biasa disebut sebagai kaum subaltern? Kaum subaltern itu biasanya kaum yang punya ranking inferior, terbawah, lemah, kurang diliat. Kalo pake teorinya gramsci, subaltern itu the lowest strata. Kalo kata Guha[1], there is agency for resistance and change within subaltern groups. But while elite forms of resistance are often legalistic (and peaceful) he argues that subaltern resistance is often violentintinya tuh, kan subaltern kaum non elit, jadi dia sering melakukan perlawanan yang menimbulkan kekerasan. Entah dia yang jadi korban atau dia yang ngelakuin hal itu.
Di kajian subaltern ini, ada yang terkenal dengan essay-nya ttg subaltern, namanya Gayatri Spivak. Judul essaynya tuh “can subaltern speak?”. Di dalam essaynya, Spivak bilang “They cannot represent themselves, they must be represented’, to examine the dynamics of subaltern ‘voice’ and ‘representation’” kaum subaltern, saking lemahnya, mereka gabisa merepresentasikan dirinya sendiri. mereka harus direpresentasikan. Ohiya kata miss ana, kan disuruh melampirkan biografinya Spivak ya, nih..... siapa sih Spivak? Gayatri Chakravorty Spivak (lahir di Kalkuta, 24 Februari 1942; umur 72 tahun) adalah seorang pemikir terkenal yang turut menjadi pelopor studi poskolonialisme. Spivak melakukan kajian kritis atas pengaruh kolonialisme dalam bidang budaya dan sastraAnalisis yang ia gunakan memakai perspektif Marxisme, feminisme, dan dekonstruksi. Hal-hal yang menjadi kajian Spivak adalah para imigran, kelas pekerja, kaum perempuan, dan pihak-pihak yang menjadi minoritas dan tertindas. Spivak memberi kritik terhadap ide-ide yang dominan, seperti kebudayaan Barat lebih maju dari Timur, model demokrasi Barat adalah bentuk paling maju, dan sebagainya. Bagi Spivak, kolonialisme Eropa tidak hilang begitu saja, ketika banyak bekas jajahannya memperoleh kemerdekaan, sebab struktur-struktur politik, ekonomi, hingga kebudayaan masih meneruskan kolonialisme itu.Spivak berupaya melakukan dekonstruksi terhadap struktur-struktur yang menindas tersebut sehingga pihak yang tadinya tertindas dapat bersuara.[2]

Yak, ulasan singkat diatas sih gue ambil dari wikipedia. kalo boleh nambahin, Gayatri Spivak tuh kan nulis essay judulnya “Can Subaltern Speak?” nah isi dari essay itu adalah semacem contoh kasus dari adik neneknya Spivak, Bhuvaneswari. Adik neneknya itu ditemukan gantung diri setelah disinyalir hamil diluar nikah. Hampir sepuluh tahun kemudian, baru diketahui bahwa Bhuvaneswari adalah satu anggota kelompok yang terlibat dalam perjuangan bersenjata bagi kemerdekaan India. Baru kemudian juga diketahui bahwa keputusan menggantung diri itu diambil karena Bhuvaneswari tak mampu melakukan pembunuhan politik yang dipercayakan kelompok itu kepadanya. Spivak mengatakan ”Tak ada orang tertindas yang bisa bicara. Apalagi ia perempuan, ia akan begitu saja dilupakan,”. Dapat disimpulkan bahwa kaum subaltern yang dimaksud oleh Spivak adalah orang-orang yang hak bicaranya dihilangkan.
Menurut Spivak, Subaltern merupakan kelompok-kelompok yang mengalami penindasan kelas penguasa. Spivak menjelaskan tentang eksploitasi kaum tertindas dengan menggunakan analisis Marxis. Spivak menekankan bahwa eksploitasi terhadap kaum tertindas disebabkan adanya dominasi struktural. Dominasi struktural tersebut muncul dari suatu sistem pembagian kerja internasional.[3] Fyi, Spivak pernah ke Indonesia loooh. Dia waktu itu visit ke salah satu Universitas di Yogya dan sempet ke UI.

Ada 4 fokus dari pemikirannya Spivak, pertama, berawal dari mempermasalahkan subjektifitas barat, trus Spivak juga mengkaji ulang pemikirannya Marx secara radikal (tentang borjuis, proletar, dan lain-lain), yang ketiga Spivak berpendapat bahwa semua konstruksi untuk kepentingan ekonomi barat dan keempat menampilkan kasus sati untuk menganalisis. Sati apa sih gaeees? *brb googling*
 Sati tuh salah satu ritual di India. Sati adalah perbuatan yang sangat menghebohkan (horrendous act) mengenai bunuh diri dari para janda dengan melompat ke dalam api pembakaran jenasah suaminya, kadang-kadang dengan sukarela, kadang-kadang dengan paksaan oleh orang lain. Sati adalah ritual yang sangat kuno yang ada diantara suku Rajput di Barat laut India. Sati dihapuskan oleh Inggris pada tahun 1829. Sati sama sekali tidak memiliki dasar dalam kitab suci Hindu[4]. Beberapa kepercayaan agama percaya jika perempuan yang mengikuti Sati maka dia dianggap sebagai dewa dan disembah serta diberkahi. Meskipun saat ini pemerintah India melarang Sati, praktek budaya ini masih saja dilangsungkan setidaknya 3 kali dalam 10 tahun terakhir. Kenapa sih Spivak mengaitkan subaltern dengan praktek Sati di India? Soalnya, Spivak ngeliat kalo perempuan-perempuan yang ngejalanin tradisi Sati itu seringkali diam dan tidak berdaya. Hal tersebut terjadi karena suara mereka tidak pernah didengar. Subaltern banget kan tuhhhh.

Ohiya, miss ana juga bilang katanya kalo mau liat kasus subaltern secara riil, bisa nonton film 12 years a slave. Disitu bener-bener merepresentasikan tentang kaum subaltern. Sebelum gue bahas filmnya, ada pertanyaan gini “kalo kaum punk tuh subaltern bukan?” miss ana jawab “tergantung dari sudut pandangnya. Selebihnya jelasin di diary ya senalarnya kamu”. Oke, kalo menurut gue, ya bener kata miss ana. Kaum punk tuh kalo diliatnya dari sudut pandang masyarakat biasa, dia termasuk subaltern. Soalnya ya dia kaya dianggap kaum marjinal gitu trus juga dianggap aneh, minoritas lah pokonya. Tapi, kalo diliat dari sudut pandang misalnya gue yang anak punk, ya gue ga nganggep diri gue subaltern karna ya gue punya komunitas yang gak sedikit. Dan gue gak aneh. Gue berlaku kaya gini ya karna naluri. Mungkin gitu sih.........
Oke, back to the movieee!!! Yak, setelah miss ana ngasih rekomen film itu dan gue baru saja menyelesaikan filmnya semalem, jadi gue bisa ngasi sedekit review nih. Hehe. 12 years a slave ini tuh cerita tentang orang kulit hitam yang pada jamannya, dia gakbisa merepresentasikan dirinya. Film ini berlatar di Amerika sekitar tahun 1841. Jadi, kan si kulit hitam (nama aslinya Solomon) ini sebenernya hidup dari keluarga terpandang. Dia seorang tukang kayu dan seorang seniman biola. Pada suatu ketika, dia diculik gitu sama orang kulit putih dan dijual lalu dijadikan budak dan diperkenalkan dengan nama Platt. Orang kulit hitam pada jaman itu tuh dianggap sebagai barang. Jadi kalo si kulit putih ini punya utang, bisa dibayar pake orang kulit hitam. Harganya tuh dinilai dari kemampuan si kulit hitam. Nah, si kulit hitam ini kan dijual trus identitasnya dipalsuin supaya gaada yang kenal dia. Dia akhirnya dibawa ke suatu tempat yang ternyata isinya budak-budak dan kulit hitam semua. Kejam deh orang Amerika jaman dulu, rasis banget. Oke next. Pokonya tuh dia dijual sana sini deh. Sampe pada akhirnya dia dijual ke salah satu orang kulit putih yang kaya dan menghargai kerja Platt. Namun malangnya, si kulit putih ini punya hutang yang banyak sama orang kulit putih lainnya. Akhirnya dibayar deh pake budak yang dia punya. Nah apesnya, majikan barunya si Platt ini kejam banget. Masa dia bilang di (kalo ga salah) alkitab yang dia punya ada aturan bahwa menyiksa kulit hitam itu dihalalkan. Jadi dia bebas nyiksa gitu. Disini dia dijadiin budak buat panen kapas gitu. Yang panen kapasnya paling sedkit atau dibawah rata-rata bakal disiksa. Hidupnya Platt disini tuh sedih banget. Yang paling kasian adalah ada budak perempuan kesayangannya si majikan yang kerjanya bagus gitu, tapi sering diperkosa sama majikannya. Nah, si istri majikannya ini kan gasuka, jadi yaudah dia disiksa gitu. Padahal istrinya majikan itu udah bilang suruh diusir, tapi majikannya gamau. Makanya istrinya majikan ini nyiksa mulu. Ini part yang paling sedih pertama menurut gue. Budak di film ini emang semuanya disiksa, tapi ga adil aja buat budak perempuan yang diperkosa juga. Sedih aja ngeliatnya. They cannot speak. Walaupun dia udah muak banget tapi tetep aja suara mereka gak didenger. sampe pada satu scene, si budak perempuan ini mau kabur, trus ketauan. budak perempuan ini juga udah pasrah, dia capek diperkosa terus-terusan. Katanya mendingan mati daripada kaya gitu terus. Hukumannya itu dicambuk sampe mati. Dan di film ini diperlihatkan secara gamblang, budak peremuan ini diiket tangannya trus telanjang lalu dicambuk. Kasian banget :((( sumpah jadi sebel sama orang kulit putih di Amerika. Sebel banget pokonya. Otaknya dimana sih kok tega-teganya nyiksa manusia kaya gitooo :((. Oke skip, gue terlalu melankolis-_- Udah dicambuk sampe berdarah-darah, trus pingsan. Yaudah ga dilanjutin. Nah point of viewnya film ini balik lagi ke tokoh budak laki-laki, Platt. Dia tetep nyari cara buat kabur, udah 12 tahun dia hilang. Sampe pada suatu ketika, ada brad pitt!!! Jengjeeet. Seger! Hahahaha. Oke fokus. Jadi brad pitt ini tuh orang kulit putih tukang kayu gitu. Nah, Platt ini minta tolong buat nyampein surat dia buat keluarganya. Platt cerita panjang lebar. Akhirnya si, brad pitt mau. Beberapa hari kemudian, dateng deh orang kulit putih yang dulu deket sama Platt dan tau kalo nama aslinya dia tuh Solomon. Akhirnya dia dijemput trus dimerdekakan. Ada adegan mengharukan dimana Platt ini harus pisah sama budak perempuan itu. Karna selama ini yang bantuin budak perempuan itu ya dia. Yaudah, settingnya berubah di kota. Dia pulang ke rumah, dan ngeliat kalo anak-anaknya dulu sekarang udah punya anak. Ini adegan paling sedih kedua menurut gue. Yaudah, selesai. Ini kisah nyata loh by the way. Setelah dia pulang kerumah dia nulis buku gitu, judulnya “12 years a slave”. Film ini pantes lah jadi best movie di oscar 2014. Filmnya emang keren banget. Sisi kemanusiaannya dapet banget. Di saat film-film lain masuk nominasi oscar karna kehebatan atau kecanggihan teknologi di dalam film itu, 12 years a slave ini bener-bener berhasil menyaingi teknologi canggih itu dengan ke-orisinil-an dan ketulusan kisah cerita dalam film ini. Gue rada gak tega dan sebenernya gak suka sama film-film yang terlalu keras atau mengarah ke thriller. Tapi film ini beda. Mereka bukan mau nunjukkin darah-darah doang, tapi esensi dari film ini tuh brilian. Dan emang dari kisah nyata. Setelah nonton flm ini gue jadi paham apa itu makna subaltern. What a good methods!
Oke, gue terlena gaeees. Ini baru materi tentang subaltern ya. Padahal kan pembahasan materinya ada dua, subalternity and hibridity-___- hibriditynya belom dibahas. Oke lanjut aja ya.

Hibridity tuh sebenernya hampir sama kaya subaltern. Tapi kalo hibridity tuh lebih ke unsur galau. Item engga, putih engga. Padang engga, jawa juga engga. Blasteran gitu deh. Fyi aja, di pembahasan ini kita dikasih liat VIDEO LAGIIIIII -_- ADA DUA PULAAAAK. Masalahnya yak, videonya itu susah banget dianalisis. Pffft. Oke kita bahas video pertama, judulnya “hybrid no place” video ini gak kalah susahnya sama video yang pertama. Kalo video yang pertama tadi kan enak ya, ada makhluknya. Kalo yang ini Cuma warna-warna doang yang ganti2an dateng. Bingung. 
Oke, gue simpulin sendiri aja nih. Karna judul videonya “hybrid no place”, trus isi videonya juga gini: jadi ada warna hitam sama putih, trus tiba-tiba ditengah muncul warna lain, Cuma kaya gak dikasih space gitu deh sama warna hitam dan putih. Kaya gitu teruuuuus sampe videonya kelar -_- jadi, menurut gue, kaum hybrid tuh ga dapet tempat. Awalnya ya gue ga ngerti ya kenapa. Soalnya kan belom dikasih tau pengertian dari hybrid itu apa. Setelah dikasih video cuci otak yang cukup memusingkan, kita masuk ke slide nihhh.
Hibriditas mengacu dalam arti yang paling dasar untuk campuran. Istilah ini berasal dari biologi dan kemudian digunakan dalam linguistik dan teori rasial pada abad kesembilan belas.  Penggunaan kontemporer tersebar di berbagai disiplin ilmu dan menonjol dalam budaya populer. Hibriditas berasal dari bahasa Latin hybrida, istilah yang digunakan untuk mengklasifikasikan keturunan dari babi jinak dan babi hutan. Hybrid adalah sesuatu yang dicampur, dan hibriditas hanya campuran. Sebagai istilah yg menjelaskan, hibriditas menjadi alat yang berguna dalam membentuk wacana takut pencampuran rasial yang muncul menjelang akhir abad ke-18.[5]
Nah, kalo tadi subaltern ada Spivak yang udah khatam banget, kalo di kajian hybrid ini ada Homi K. Bhaba sebagai salah satu “spesialis” kajian ini. Bhaba ini salah satu tokoh paling penting dalam studi pasca-kolonial kontemporer, dan telah menciptakan sejumlah neologisme bidang dan konsep-konsep kunci, seperti hibriditas, mimikri, perbedaan, ambivalensi.  Salah satu ide utamanya adalah bahwa "hibridisasi," yang, mengambil dari pekerjaan Edward Said, menggambarkan munculnya bentuk-bentuk budaya baru dari multikulturalisme. Alih-alih melihat kolonialisme sebagai sesuatu yang terkunci di masa lalu, Bhabha menunjukkan bagaimana sejarah dan budaya terus-menerus mengganggu pada saat ini, menuntut bahwa kita mengubah pemahaman kita tentang hubungan lintas-budaya. Karyanya mengubah studi kolonialisme dengan menerapkan metodologi post-strukturalis untuk teks-teks kolonial.
Di slide yang miss ana paparin, ngebahas juga tentang cultural diversity vs cultural difference. Revisi sejarah teori kritis terletak pada gagasan perbedaan budaya, bukan keragaman budaya. Keragaman budaya (cultural diversity) adalah obyek epistemologis - budaya sebagai obyek pengetahuan empiris - sedangkan perbedaan budaya adalah proses dari ucapan budaya sebagai 'pengetahuan', berwibawa, cukup untuk pembangunan sistem identifikasi budaya.
Jika keragaman budaya adalah kategori etika komparatif, estetika, atau etnologi, maka perbedaan budaya adalah proses signifikasi melalui mana pernyataan budaya atau kultur membedakan, membedakan, dan mengotorisasi produksi bidang kekuatan, referensi, penerapan, dan kapasitas.
Balik lagi ke Hybridity, Hybidity itu kaya punya “third Space”. Hal di ruang ini bahwa kita akan menemukan kata-kata yang kita dapat berbicara tentang Diri Sendiri dan Orang Lain. Dengan mengeksplorasi hibriditas ini, ini 'Ruang Ketiga', kita dapat menghindari politik polaritas dan muncul sebagai orang lain dari diri kita sendiri.
Errrr...... rada ngebingungin yak. Nih, kalo gue simpulin, hybridity tuh kaum yang galau gitu. Maksudnya hitam engga, putih engga. Pokonya semacam ada perpaduan unsur gitu deh. Misalnya, kaya budaya. Bapaknya orang Jawa Tengah, Ibunya orang Sumatera Barat misalnya, nah anaknya nanti itu termasuk dalam kelompok hybrid karna ga jelas gitu dia orang jawa tengah atau sumatera barat. Gitu, singkat, padat, jelas dan saya lapaaaar -_- ohiya, ada 1 video lagi. Judulnya Hybrid Identity. Video ini level expert++. Susah banget. Deskripsi videonya tuh ada beberapa pintu, trus orang masuk kesitu. Awalnya Cuma 1 orang, tapi lama-lama jadi banyak gitudah. Trus masuk keluar dari pintu yang beda. Kalo menurut gue sih, karna judulnya Hybrid Identity, itu tuh kaya identitasnya orang-orang yang termasuk dalam kaum Hybrid karna yaaa ga jelas. Masuk sana, ga cocok. Kesini juga engga. Ke hati kamu juga engga cocok jadi ya namanya Hybrid. Unsur galau. Segalau sore ini. Lagu Kata dari The Trees and The Wild + sore yang teduh ternyata semacam pupuk yg membuat rindu di hati ini tumbbuh dengan subur. huahahaha. 

anyway, kalo ada yang mau liat serumit apa 3 video yg sudah dijeaskan secaa amburadul diatas bisa kontak saya ya! mari mumet bersamaaaa~~~ haha. 

[1] Guha adalah sejarahwan yang berasal dari India yang juga mengkaji lebih dalam tentang kaum subaltern.
[2] http://id.wikipedia.org/wiki/Gayatri_Chakravorty_Spivak
[3] http://postcolonialweb.org/poldiscourse/spivak/spivak2.html
[4] Dikutip dari http://okanila.brinkster.net/mediaFull.asp?ID=1181
[5] Diambil dari slide yang dikasih sama miss ana nihhh. anw, miss ana adalah dosen ilmu politik unsoed yang mengampu mata kuliah Teori Pascakolonial dan Politik Kebudayaan Kontemporer. 

Komentar

  1. Pas sekitar April 2016, Goenawan Mohamad nulis seperti biasa di Catatan Pinggir majalah Tempo. Judulnya Subaltern. Lalu, dia juga ngetweeet tentang subalteritas. Pasca dari situ, banyak orang-orang jadi ngomongin subaltern. Entah itu mendukung ataupun menkritik Goenawan Mohamad. Termasuk orang-orang di lingkaran diskusi, tongkrongan, dan jaringan yang gue ikutin. Andai pas sekitar Maret 2016 gue nggak baca tulisan lo ini, mungkin gue cuma bisa bengong. Thanks anyway.

    BalasHapus
    Balasan
    1. kak panjiiii thanks udah baca blog gue hehe. anytime kakkkk. maapin kal berantakan tulisannya. maap juga baru liat lo komen ._.

      Hapus

Posting Komentar

Postingan Populer